Senin, 19 Agustus 2013

Ayah (CERPEN)

                Hari ini adalah hari Minggu pagi. Seperti biasa tak ada kegiatan yang bermanfaat yang bisa kulakukan, kecuali mengikuti bimbel. Setelah itu aku hanya berdiam diri dikamar. Entah itu tidur, menonton, membaca novel, bermain handphone, atau hanya sekedar mendengarkan lagu. Hanya itu, sebenarnya banyak yang mengajakku keluar sekedar untukrefreshing tetapi aku menolak ajakan mereka dengan alasan ‘bad mood’.
                Hari Minggu mungkin menjadi hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh kebanyakan orang. Tetapi tidak untukku, hari Minggu adalah hari yang sangat membosankan dan hari yang paling kubenci. Terhitung semenjak 7 tahun yang lalu. Selama itulah aku mempunyai pikiran seperti itu.
                7 tahun silam. Tepat tanggal 13 November 2005. Hari dimana untuk terakhir kalinya aku bertemu ayah kandungku. Hari itu juga bertepatan dengan ulang tahun ayah yang ke-31 tahun. Orang-orang sekitarku yang tidak tahu-menahu masalah hidupku selalu berpendapat jikalau ayahku sudah meninggal. Tapi mereka salah! Salah besar. Kalimat ‘untuk terakhir kalinya’ itu bukan berarti ayahku sudah meninggal. Ayahku belum meninggal. Hanya saja aku harus berpisah darinya karena perceraian. Hak asuhku dimenangkan oleh bunda. Jadi mau tidak mau aku harus ikut bunda. Dan selama 7 tahun setelah pertemuan terakhir itu aku tidak pernah diijinkan untuk menemui ayah. Entah apa itu alasannya. Sudahlah.. suatu saat nanti Tuhan pasti mengijinkanku bertemu dengan ayah.Hari ini aku benar-benar tidak berminat melakukan apapun. Alhasil aku hanya berbaring dikasur sampai rasa bosan menyerbuku. Karena saking bosannya aku jadi teringat dengan ayah. Seperti inilah aku jika tidak ada aktivitas yang aku lakukan, kadar rinduku pada ayah menjadi membludak. Tidak bisa dikendalikan. Dan pada akhirnya hanya airmata dan goresan tinta hitam diatas buku diary-ku yang menjadi penetral kerinduan tersebut.
 15 Januari 2012
Sosok ayah..
Ayah yang menyayangi anaknya…
Ayah yang rela melakukan apapun demi kebahagiaan anaknya…
Ayah yang bahkan rela mengorbankan keselamatannya sendiri demi melindungi sang anak…
Kasih sayang ayah..
Sesuatu yang sangat aku rindukan…
Sesuatu yang ingin aku rasakan…
Sesuatu yang mungkin anak lain secara mudah mendapatkannya tetapi tidak untukku…
Selama 15 tahun hidup..
Hanya 8 tahun pertama aku sempat merasakan bagaimana rasanya dipeluk ayah..
Sempat merasakan bagaimana rasanya dirangkul ayah…
Sempat merasakan bagaimana rasaya mempunyai seorang ayah yang sangat menyayangiku…
Aku rindu ayah…
Aku rindu senyumnya..
Aku rindu tawanya..
Aku rindu kenangan bersamanya..
Ify sayang ayah…
                 Aku berhenti sebentar menulis diary-ku, aku mengambil iPod-ku dan memutar lagu yang tak pernah bosan aku dengarkan. Lagu seventeen yang berjudul ‘Ayah’. Liriknya yang menyentuh dan terkadang berhasil membuatku menangis sejadi-jadinya. Sambil ditemani lagu, aku kembali melanjutkan menulis diary.
 Engkaulah nafasku..
Yang menjaga didalam hidupku..
Kau ajarkan aku menjadi yang terbaik..
 Yah, Ify kangen ayah.
Ayahlah nafas Ify.
Ayahlah yang selalu menjaga Ify disaat bunda sedang sibuk..
Ayah mengajarkan Ify banyak hal.
Ayah selalu menasehati Ify agar menjadi orang yang terbaik..
 Kau tak pernah lelah…
Sebagai penopang dalam hidupku.
Kau berikan aku semua yang terindah…. 
Ayah tak pernah mengeluh menghadapi sifat Ify yang manja..
Sifat Ify yang cerewet, selalu ingin tahu, bertanya banyak hal yang tidak penting..
Tapi ayah dengan sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan Ify.. 
Aku hanya memanggilmu, ayah
Disaatku kehilangan arah
Aku hanya mengingatmu, ayah
Jika aku telah jauh darimu…. 
Yah, Ify sangat teramat rindu dengan ayah.
Ify harap suatu saat nanti kita bisa bertemu..
Bermain bersama, tertawa, tersenyum.
Dan satu hal yang sangat Ify inginkan.
Keluarga kita kembali utuh.
Hanya itu, Yah..
                 Aku menutup diary-ku karena mendengar teriakan bunda memanggilku. Aku segera membasuh wajahku dengan air agar bekas airmataku sedikit tersamarkan. Setelah itu aku segera berjalan keluar kamar untuk menemui bunda.
                “Loh? Bunda kok nangis? Ada apa, bun?” Aku terkejut melihat bunda berdiri didepan kamarku dengan air mata membanjiri pipinya. Tak ada respon dari bunda. Aku kembali bertanya.
                 “Bunda dijahatin orang? Mana orangnya sini Ify kasih pelajaran biar dia tahu rasa karena udah buat bunda Ify yang cantik ini menangis!”
                 Setelah beberapa detik terdiam bunda akhirnya bicara. “Ikut bunda sekarang. Jangan banyak tanya dulu bunda nggak akan sanggup untuk menjawabnya.” Sebenarnya aku penasaran dengan apa yang terjadi, tetapi ya sudahlah aku tidak mau membuat bunda semakin sedih.
                 Selama satu jam perjalanan, akhirnya aku dan bunda tiba di Rumah Sakit Umum Healthy. Siapa sebenarnya yang sakit sampai bunda menangis seperti ini? Aku sudah terlebih dahulu turun dari mobil. Bunda masih mengunci pintu mobil. Setelah selesai, bunda menggemgam tanganku erat dan menuntunku masuk ke dalam rumah sakit.
                 Tak butuh waktu lama untuk sampai ditempat orang yang akan dijenguk bunda. bunda menyuruhku untuk masuk terlebih dahulu, karena dia ingin membelikan beberapa makanan dikantin untuk orang yang aku dan bunda kunjungi. Akupun masuk ke dalam kamar itu sendiri. Aku membuka pintu dan langsung menutupnya. Setelah beberapa langkah aku mematung. Aku tak percaya siapa orang yang berbaring diranjang itu…
 “AYAH?” 
“Fy, sini nak duduk disebelah ayah.” 
‘TESS’ Sial! Mengapa air mata ini tidak bisa dikendalikan?
Aku berjalan menuju ranjang ayah ditemani air mata yang mengalir semakin deras. Aku tak kuat. Aku membiarkan ayah bermonolog. Aku benar-benar tidak kuat. Aku begitu rindu sosok ayah. 
“Long time no see. Bidadari kecil ayah udah besar saja ya. Fy, kok nangis sih? Ify nggak senang ketemu ayah ya? Padahal ayah kangen banget loh sama Ify. Ify nggak mau peluk ayah nih?”
Aku hanya menggeleng dan segera memeluk ayah. Ini yang aku impikan. Memeluk ayah lagi. Tapi kenapa lidahku begitu kaku untuk digunakan berbicara? 
“Fy, maafin ayah ya. Ayah sudah melewatkan masa dimana seharusnya sosok ayah berdiri disampingmu. Maaf ayah sudah melewatkan 6 kali ulang tahunmu. Fy, ayah sakit fy. Ayah sakit parah. Ayah sakit yang mungkin nggak akan bisa disembuhkan. Ayah kanker otak Fy. Dan ini udah stadium akhir. Menurut prediksi dokter, ini adalah hari terakhir ayah.” 
‘DEG!” 
“GAK! Gak mungkin! Ayah pasti bohong kan? Ayo! Bilang kalo ayah cuma bercanda. Bilang yah! Gak mungkin.” 
“Fy, ayah nggak bercanda. Ayah serius.” Aku hanya mampu menangis dipelukan ayah. tak lama kemudian bunda datang. “Berapa lama Bunda nyembunyiin semuanya dari Ify?” tanyaku tanpa melihat kearah bunda. “Bunda baru tau tadi Fy.” Suara bunda terdengar serak. Pasti bunda juga sedang menangis. Selama beberapa menit hanya keheningan yang menyelimuti ruangan yang tidak terlalu besar ini. Dan akhirnya ayah mencoba mencairkan suasana. “Hei. Kok pada nangis sih. Senyum dong. Ini mungkin hari terkahir kita bersama. Benar-benar yang terakhir kalinya.” Apa-apaan tuh ayah ngomong begituan? Gak! Gak! Pokoknya ayah gaboleh pergiiiiii! “Ayah jangan ngomong gitu!” Ucapku sedikit membentak. Tapi apa? Ayah mengacuhkanku. Dia beralih ke bunda. “Mayang. Jaga anak kita ya. Buat dia jadi anak yang baik dan sukses. Jika aku benar-benar akan meninggalkan kalian. Aku pasti akan selalu menjaga kalian dari atas sana. Umurmu masih panjang. Masih cukup jika kamu ingin menikah lagi. Tapi tolong cari lelaki yang benar-benar mencintaimu dan juga bisa menyayangi anak kita. Jaga dirimu baik-baik.” 
Fy, Happy birthday nak. Sekarang ulang tahunmu kan? Maaf ayah bukannya buat kamu tersenyum, tapi malah buat kamu nangis gini. Ayah sayang kamu nak. Sangat menyayangimu. Maafkan semua kesalahan ayah ya. Kamu harus jadi anak yang kuat. kamu harus bisa membanggakan bunda dan ayah. Fy, kamu masih nyimpen liontin dari ayah kan? Jangan sampai hilang ya. Kalau kamu kangen ayah, setiap kamu tidur genggamlah liontin itu dan ayah akan hadir dimimpimu.” 
“Ayah sayang kalian. Selamanya walaupun nanti dunia kita berbeda. Ayah akan selalu sayang kalian. Kalian harus berjanji nggak akan nangis lama-lama dan kalian akan menjalani hidup kalian seperti biasanya tanpa ayah. Ma.. af.. kan… se… mu.. a… ke… sa… lah..han… a…yah”
Perlahan ayah menutup matanya dengan senyum yang mengembang dibibirnya. “AYAAAAAH! IFY JANJI! IFY JANJI AKAN SELALU JAGA LIONTIN DARI AYAH. IFY JANJI AKAN MEMBUAT AYAH DAN BUNDA BANGGA. IFY JANJI YAH!” ucapku sedikit berteriak sambil memeluk tubuh ayah yang sudah ditinggalkan oleh roh-nya. ‘Semoga Ayah tenang disana.’ Doaku dalam hati. 
 ~~THE END~~

2 komentar:

  1. saya dan mereka pun (yg sudah membaca ceritamu ini) jika berada di posisi situ, pasti dan saya jamin, gk ada yg bisa nahan butiran air mata.
    oh y, lagu yg km critain itu, setelah coba download dan kudengar, aaah damn, yeah kau berhasil buat mataku lebam...,,, hhh

    so..,, tegapkan badan, usap semua cerita haru dgn kebaikan,
    keep spirit, be strong women n hopefully be better pray for ur fam...,, :D
    cheers ify / dian regina (entah sp nama & domisilimu).

    love (much) for superhero daddy, mommy
    #Regard, x-Fiant-x

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Fiant. Makasih komentar dan kata2 penyemangatnya ya:) Senang banget ternyata cerita ini berhasil bikin nangis, itu artinya pembaca dapet feel yang aku maksud dicerita ini. Btw, gak semua cerita dari cerpen ini nyata. Saat aku dengar lagunya seventeen yang ayah aku jadi terinspirasi bikin cerpen ini. Sekali lagi makasih yaaa:)

      Hapus