“Shilla, ortu kita nggak setuju dengan hubungan kita.”
“Kamu bohong kan Kka? Ortu kamu terlihat biasa-biasa saja saat
tahu hubungan kita tapi kenapa sekarang jadi kayak gini sih Kka? Tadi
kamu bilang orang tua kita kan? Bukannya ortu aku nggak tahu kalau kita
pacaran?”
“Sayang, orang tua aku udah tahu kalau kita beda keyakinan. Dan
orang tua kamu, hmm, mereka mengetahuinya melalui orang tuaku. Jadi…”
“Cakka, jangan bilang kamu tidak ingin mempertahankan hubungan kita”
----
Setelah kejadian itu aku tidak pernah berkomunikasi dengan Cakka
lagi. Dia juga terkesan menghindar dariku. Dan sekarang aku sudah
mendapatkan pengganti Cakka, namanya Alvin. Jujur Alvin tidak sama
seperti Cakka, Alvin sangat cuek. Dia sering membuatku makan hati. Aku
rindu Cakka.
---
Hari ini adalah ulang tahunku dan ulang tahun Alvin. Ya kita
berdua lahir pada hari yang sama tetapi berbeda waktu. Dan hari ini aku
akan menjemput Alvin. Sambil menunggu waktu menunjukkan pukul 12 aku
memutuskan untuk bermain ponsel. Aku membaca kembali pesan masuk dari
Alvin kemarin, tiba-tiba saja ada panggilan masuk dari Cakka. Terkejut.
Yah itulah reaksiku melihat nama yang tertera di layar ponselku. Ada
sedikit keraguan untuk mengangkat telepon dari Cakka. Tapi akhirnya aku
memilih untuk menjawab telepon dari Cakka.
“Iya halo… Ada apa Kka?... Kenapa sih kayaknya kamu takut banget
ngasi tau ke aku?... Iya aku nggak bakal nangis, ada apa sih?... APA?
Kamu nggak bohong kan Kka?... Nggak, nggak mungkin. Nggak mungkin.
Please jangan bohongin aku!... Stop Kka! Alvin nggak mungkin meninggal!
Pesawatnya nggak mungkin jatuh… Cakka! aku nggak mau kehilangan orang
yang aku sayang untuk ke dua kalinya… Terserah kamu bilang apa, yang
jelas nanti jam 12 aku mau jemput Alvin ke bandara. Aku mau buktiin ke
kamu Alvin masih hidup… Oke aku tunggu kamu jam 11 dirumahku. Kita
langsung berangkat. Jika kamu telat aku akan berangkat sendiri.” setelah
menerima telepon dari Cakka air mataku tak henti-hentinya mengalir,
Alvin masih hidup! Ya Alvin tak mungkin meninggal karena dia sudah
berjanji akan merayakan ulang tahun kami bersama-sama. Cakka pasti
membohongiku. Ya Cakka bohong. Bohong.
---
“Masih ingat saat 6 bulan yang lalu kamu memutuskan hubungan kita?”
“Jangan bahas itu lagi” sepertinya Cakka menghindar dari masa lalu.
“Kamu tahu? Seminggu aku gak nafsu makan sampai…”
“STOP Shill! Berhenti buat aku merasa bersalah. Ya aku tahu, aku
tahu. Setelah itu kamu nggak makan selama seminggu, kalaupun makan
paling hanya sesuap atau tiga suap saat akan minum obat. Kamu jatuh
sakit kan shill? Sampai-sampai kamu dirawat inap selama hampir 1 bulan
di rumah sakit. Kamu pikir aku nggak tahu? Aku bahkan setiap hari
menjengukmu.” Jelas Cakka panjang lebar.
“Kamu bohong kan Kka? Aku nggak pernah lihat kamu kok”
“Karena aku selalu datang saat semua yang menunggumu termasuk
kamu sudah terlelap. Aku tahu kok kamu kenal sama Alvin di rumah sakit
kan? Saat kamu berjalan-jalan di taman Alvin nggak sengaja mendorongmu,
sehingga kamu terjatuh. Dan dia mengantarmu kembali ke kamar, dan
semenjak itu kamu mulai dekat dengannya. Benarkan?” Cakka mengetahui
semuanya? Aku sungguh tak percaya.
“Cakka. kamu…”
-----
“Cakka! Tunggu!” Ucapku akhirnya
“Jujur aku juga masih menyayangimu. Tapi rasa itu tak seutuh yang
dulu. 30% dari hatiku sudah direbut Alvin. Dan 70% lagi masih menjadi
milikmu.” Ups! Aku terlalu jujur sepertinya. Cakka berbalik dan berjalan
mendekatiku.
“Are you sure, Shill?”
“Yes, I’m. I really Love You, Cakka!” Ucapku lantang. Yeah
akhirnya aku baru menyadari bahwa Cakka-lah pilihan hatiku. Aku
mencintainya. Bukan Alvin. Alvin, terima kasih kamu sudah pernah masuk
kedalam hatiku dan mengisi sedikit hatiku. Tapi ternyata disini masih
ada Cakka. Jadi maaf, aku lebih memilih Cakka daripada kamu.
“I Love You too. Ashilla.” Balas Cakka seraya membawaku kedalam dekapannya.
“Jadi kita balikan nih?” Tanyaku ke Cakka.
“Woyya dong” jawabnya dengan mengedipkan sebelah matanya. haha, dasar Cakka.
“trus orang tua kita?” ya perasaan takut itu kembali
menghantuiku. Takut jikalau nanti orang tua kami kembali berusaha
memisahkan kami.
“Apa pun yang terjadi kita akan selalu bersama. Aku berjanji.
Masalah orang tua, kita hadapi bersama dengan kekuatan cinta sejati yang
kita miliki. Aku yakin cinta akan mengalahkan segalanya. Karena cinta
kita tulus tanpa paksaan” Cakka berubah menjadi dewasa. Aku suka
kata-katanya tadi. Karena cinta kita tulus. Yah dia benar cintaku
kepadanya tulus, sangat tulus dan begitu juga sebaliknya. Jadi apa yang
harus kami takutkan? Aku dan Cakka akan berjuang bersama-sama demi
menjaga hubungan kita.
“Aku pegang janjimu, Cakka” Cakka hanya membalas dengan senyuman dan kembali merangkulku.
***
Setelah kejadian setahun yang lalu. Cakka dan Shilla
semakin terlihat harmonis. Orang tua mereka masing-masing –entah karena
apa—sudah mulai bisa menerima hubungan mereka.
Dan hari ini adalah hari peringatan 1 tahun hubungan mereka. Hmm jika
dulu mereka tidak sempat putus mungkin sekarang hubungan mereka menuju
tahun ke-4. Tapi apadaya semua telah terjadi. Sekarang waktunya
menjalani hari dengan sebaik mungkin.
***
Sepulang sekolah, Cakka tiba-tiba mengajak Shilla ke sebuah kebun Lavender.
“Waaah indah banget. Kamu kok gapernah ngajak aku kesini sih? Kan
kita udah kenal lama banget. Jahat!” Rajuk shilla sambil memukul manja
pergelangan Cakka.
“Aku juga baru nemu tempat ini minggu kemarin. Yang waktu aku bilang
aku dipaksa mama buat nemenin dia ke nikahan anak temennya itu loh.
Duduk dibawah pohon itu yuk.” Ajak Cakka sambil menggandeng tangan
Shilla
“Oh jadi anak temen mamamu itu nikah disini?” Tanya Shilla sesudah mereka duduk ditempat yang dimaksud Cakka tadi.
“Ya bukan. Sebenernya waktu itu aku bohong. Aku bukan nemenin mama.
Tapi aku survei tempat untuk aku jadikan tempat merayakan peringatan 1
tahun hubungan kita. Ya ketemulah tempat ini” ucap Cakka sambil
menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“So sweet. Udah berani bohong ya?” tanya Shilla galak seraya berdiri untuk menjauhi Cakka.
“Eh aku gak maksud bohong kok. Swear deh! Ini kan termasuk usaha beb.
Aku ngelakuin ini karena aku sayang sama kamu” ucap Cakka sambil
menarik tangan Shilla.
Shilla yang tidak siap dengan perlakuan Cakka menjadi tidak seimbang
dan jatuh menimpa Cakka. Saat terjatuh mata mereka beradu. Cakka memeluk
leher gadisnya itu dan berusaha menghapus jarak diantara mereka.
Perlahan tapi pasti Cakka berhasil menyatukan bibirnya dengan bibir
Shilla. Shilla yang biasanya menolak jika Cakka ingin mencium bibirnya
sekarang seakan terhipnotis mata elang Cakka yang menenangkan hatinya.
***
“Maaf.” Ucap Cakka sambil mengelus rambut gadis yang sekarang
wajahnya terbenam di dada Cakka. Gadis itu tidak menjawab, melainkan
merasakan detak jantung sang kekasih yang terasa sangat cepat.
“Anggap aja tadi itu hadiah anniv kita. Oke?” Kata Cakka sambil mengarahkan tubuh gadisnya untuk tidur disebelahnya.
Shilla hanya tersenyum. Dan beberapa detik kemudian mencium pipi Cakka.
“Pulang yuk.” Ucap Shilla seraya bangun dari tidurnya dan kemudian berlari ke mobil Cakka terlebih dahulu.
Cakka hanya tersenyum memandangi punggung Shilla sebelum berlari menyusul gadis itu.
***
Semenjak kejadian beberapa minggu yang lalu Cakka
tiba-tiba menghilang. Sama sekali tidak bisa dihubungi. Shilla sempat
mencari kerumah Cakka. Tetapi nihil. Kediaman yang biasanya ramai itu
terlihat begitu sepi. Dan itu sudah menandakan bahwa tidak seorangpun
ada didalam sana.
‘drrt’ ‘drrt’ ‘drrt’
Geratan handphone di genggamnyanya membuat Shilla
tersadar dari lamunannya. Ia segera mengecheck handphone-nya. Shilla
sedikit terlonjak melihat nama yang tertera di layar handphone-nya. Tak
perlu menunggu waktu lama, Shilla segera menekan tombol hijau untuk
menjawab panggilan tersebut.
“CAKKA! Kamu kemana aja sih? Menghilang selama 1 minggu?”
“……”
“Kok malah ngatain aku cerewet?”
“….”
“hei kok malah diam?”
“Ya karena kamu emang cerewet” suara seseorang
mengagetkan Shilla. Dan suara itu adalah suara seseorang yang beberapa
hari ini sangat dirindukannya. Ia segera berbalik dan benar saja Cakka
telah berdiri dengan senyum manis yang bisa membuat histeris siapa pun
yang melihatnya. Dan Shilla merasa sangat beruntung bisa memiliki
senyuman itu.
“Kamu kemana aja sih? Tau kangen gak? Jahat banget ngilang, gak pernah ngabarin lagi.” Ceroscos Shilla.
“Aku ada urusan …” kata Cakka santai
“Urusan apa?” tanya Shilla penasaran.
Cakka terdiam sesaat.
“Aku harus bantuin papa aku”
“Bantuin apa? Kenapa kamu sampe seminggu gak sekolah dan gak ngasih kabar sama sekali?”
Cakka hanya memandangi Shilla.
“Sayang, aku mohon kamu jangan banyak tanya” kata Cakka merasa disudutkan.
“Kka, aku gak ngerti sama kamu. Alasanmu itu aneh banget.”
“Shill, kamu harus tau. Aku itu bukan Tuhan yang bisa melakukan semua
hal. Aku Cuma manusia biasa. Gak semua hal bisa aku lakuin dan gak
semua hal bisa aku ceritain ke orang lain.” Kata Cakka akhirnya
“tapi kan aku pacar kamu. Ada masalah apa sebenarnya? Kenapa kamu gak bisa terbuka sama aku sekarang? Kamu beda dari biasanya”
“Gak ada masalah yang harus aku kasi tau ke kamu, biarin urusan aku yang satu ini jadi urusanku sendiri karena ….”
“karena?”
“karena gak selamanya aku bisa disamping kamu”
“maksud kamu apa? Jangan bilang orang tua kamu nentang hubungan kita lagi.”
“ini sama sekali gak ada hubungannya dengan masalah yang dulu. Sama sekali gak ada”
Cakka ngeloyor pergi meninggalkan Shilla.
Shilla berlari mengejar Cakka.
“Kka, aku pacar kamu … aku punya hak untuk tau ada apa dengan kamu
.. please kasi tau aku .. aku sayang sama kamu. Kalo ada masalah biarin
aku bantu nyelesain” kata Shilla khawatir
“Nggak ada apa-apa, Shill” kata Cakka menggelengkan kepala.
“Bohong!” teriak Shilla.
Cakka terdiam.
“Aku gak kenapa-napa kok.” Kata Cakka menunduk
“Jangan bohongin aku lagi. Aku mohon kamu terus terang sama aku.
Perasaan aku bilang kalo kamu punya masalah yang rumit. Biarin aku tau
…” kata Shilla sedih.
Setelah menghela nafas panjang, Cakka membuat pengakuan yang mengejutkan.
“Aku sakit … tapi gak tau nama penyakitnya. Yang aku tau penyakit ini berbahaya dan bisa merenggut nyawaku kapanpun.”
Shilla sangat kaget. Bagaimana bisa. Hampir 5 tahun ia mengenal sosok
dihadapannya ini tapi sama sekali dia tidak tahu bahwa pemuda tampan
ini sakit.
“kenapa kamu gak pernah cerita sama aku?” tanya Shilla syok
“aku sebenarnya gak mau orang lain tau tentang penyakit ini selain
keluargaku. Sejak kecil aku udah tau umurku gak bakalan panjang. Dokter
yang meriksa aku udah memvonis aku gak bakalan sembuh. Mereka bilang
penyakitku ini belum ada obatnya …” jelas Cakka
“Cari dokter lain yang lebih pintar.” Saran Shilla
“gak perlu lagi. Aku udah capek periksa kedokter di luar negeri
ataupun dalam negeri, tapi semua nihil. Karena itu sekarang aku mau
bilang sama kamu, aku hanya sementara di dunia ini dan aku bisa
ninggalin kamu kapanpun”
“Jangan tinggalin aku …” mohon Shilla
“Aku juga gak mau ninggalin kamu, jika takdir berkata lain, aku gak
bisa apa-apa. Aku memang harus nerima kenyataan pahit ini. Ketika kita
lagi ngobrol berdua kayak sekarang pun, aku bisa meninggal. Gak ada
tanda-tanda khusus gimama penyakit ini berkembang parah … dokter Cuma
pernah bilang saat dimana aku merasa sangat ingin memejamkan mata
terus-menerus dan merasa sekelilingku begitu sunyi, walaupun sebenernya
ramai adalah saat terakhir dimana aku bisa melihat isi dunia ini.”
“Kalo gitu kamu jangan pernah memejamkan mata. Kamu juga harus selalu
membuka kuping lebar-lebar untuk mendengar kebisingan dunia ini …”
mohon Shilla
“Percuma sayang, ini takdir yang harus aku lewati”
Shilla gak bisa menahan tangisnya dan memeluk Cakka.
“Babe, aku gak mau kita berpisah secepat itu…”
“Selama ini aku selalu berusaha memberikan yang terbaik yang aku bisa … walaupun singkat”
“SHUT UP! Please, semua kisah yang kamu berikan selama 5 tahun ini
gak akan pernah bisa aku lupain. Baik itu kisah manis atau pahit. Semua
masih terekam jelas di memori otak aku.” Ucap Shilla sambil menangis.
“Jangan nangis. Aku gak mau lihat airmata ini lagi. Kalo emang kehadiranku sekarang hanya buat kamu nangis aku akan pergi”
“kamu gila! Kamu pergi sama aja kamu bunuh aku secara perlahan. Please jangan pernah tinggalin aku…”
“aku punya permohonan kecil. Aku Cuma mau liat senyum kamu hari ini,
besok atau sampai kapanpun.. bahkan sampai aku udah berada di tempat
lain yang jauh dari kamu..”
“senyum untuk menyambut kematianmu? Rasanya aku gak bisa. Tapi kenapa
kamu masih berusaha selalu tersenyum didepanku? Aku tau sebenernya
didalam hatimu pasti sakit menahan semua beban ini”
“aku selalu tersenyum karena aku udah siap dengan kematian yang akan
datang kapan saja. Jadi please kamu juga harus selalu tersenyum, dan
tetap tersenyum walaupun nanti aku udah gak ada di samping kamu, dan aku
mohon kamu tetap menjalani kehidupanmu seperti sebelum kamu ketemu aku.
Karena walaupun aku udah gak ada disamping kamu, tapi aku akan selalu
berada didalam hatimu.”
“heuuh, oke aku akan ngabulin perrmohonanmu.”
Setelah mendengar Shilla mengiyakan permohonannya, ia lantas memeluk
Shilla erat dan mencium pipi gadis itu. Entah mengapa ia merasa ini
adalah pelukan dan ciuman yang terakhir yang bisa ia berikan pada
gadisnya.
“I Love You So Much, my princess Ashilla”
“I Love You too, my prince Cakka”.
Setelah mendengar pernyataan gadisnya itu, Cakka lalu berjalan menuju mobilnya untuk pulang kerumah.
Tetapi ketika hampir mendekati mobilnya, Cakka mulai merasa kepalanya
tiba-tiba pusing dan kantuk yang teramat sangat. Hal itu membuat
langkah Cakka menjadi tidak seimbang. Shilla yang melihat Cakka seperti
itu lalu segera berlari menghampiri Cakka sambil berteriak memanggil
nama sang kekasih.
Cakka tidak menyadari kalau Shilla berteriak-teriak memanggil
namanya. Cakka berjalan dengan mata yang sudah setengah terpejam. Cakka
merasa semakin mengantuk. Dan tiba-tiba Cakka terhuyung dan hampir jatuh
ke tanah.
Shilla yang memang sudah berada dibelakang Cakka, segera menangkap pria itu.
“Kka, kenapa secepat ini? Kenapa? Setelah perjuangan kita selama ini
yang sampai tidak memikirkan perbedaan agama dan berani menentang orang
tua kita. Kenapa kita harus berpisah dengan cara seperti ini? Apa ini
hukuman Tuhan untuk kita?”
“Ya Tuhaaan! Jika boleh memilih saya lebih baik melihat Cakka dari
jauh daripada gak bisa melihatnya untuk selama-lamanya Tuhaan!”
Shilla terjatuh dengan kepala Cakka dipangkuannya. Ia menangis,
menangis akan takdir yang terlihat seperti sengaja memisahkan mereka
untuk kedua kalinya.
Tiba-tiba hujan turun seakan ikut merasakan kesedihan gadis manis ini. Merasakan betapa sakitnya hati gadis ini.
“Gak! Aku gak boleh nangis. Aku udah janji sama Cakka.” Ucap Shilla
menepis airmatanya kasar. Dan kemudian mencoba untuk tersenyum.
“Rest In Peace my prince. I’ll always love you. Walaupun nanti aku
akan menikah dengan orang lain, tetapi kamu dan semua kenangan kita akan
selalu aku simpan di bagian spesial dihati aku.” Ucap Shilla lagi.
Shilla kemudian mencium kening dan memeluk erat tubuh sang kekasih.
Merasa sudah lebih baik. Shilla segera mencoba mencari bantuan untuk
menggendong Cakka kedalam mobil Cakka dan segera membawanya kerumah
sakit. Tak lupa Shilla juga menelepon orang tua Cakka, yang sepertinya
tidak terlalu kaget mendengar pernyataan Shilla. ‘mungkin mereka sudah
tau dari awal hari ini akan terjadi seperti ini’ pikir Shilla dalam
hati.
***
Sekeras apapun kita mempertahankan cinta yang kita miliki
walaupun itu sampai melanggar aturan dari orang tua kita, bahkan sampai
nekat menembus benteng yang begitu tinggi. Jika takdir sudah membawa
kematian untuk pasangan kita, tak ada satupun yang dapat kita lakukan.
Tak ada satupun. Selain pasrah dan ikhlas.
--END--
*Karya: Dewa Ayu Dian Regina Permata
*Selesai pada tanggal 20 November 2012, pukul 19.00 WITA.
Cerita atau tulisan yang saya buat hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan tempat, nama, atau kejadian di hidup anda adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Sabtu, 27 Februari 2016
Karena Cinta itu Buta (CERPEN)
Benteng begitu tinggi sulit untukku gapai
Aku untuk kamu, kamu untuk aku
Namun semua apa mungkin iman kita yang berbeda
Tuhan memang satu kita yang tak sama
Haruskah aku lantas pergi meski cinta tak kan bisa pergi
***
Alunan lagu yang dilantunkan oleh Marcell itu memenuhi ruangan pribadiku yang tidak begitu luas. Lagu itu tepat menggambarkan kisah cintaku dengan kekasihku –Cakka--. Seperti yang dikatakan lagu itu “Iman kita yang berbeda”. Ya, aku dengan Cakka memang berbeda keyakinan. Bagiku perbedaan tersebut tidak masalah. Toh, kita saling suka, saling sayang, dan bahkan mungkin saling cinta. Tapi mengapa? Mengapa orang tua kami tidak bisa mengerti itu? Hei! LOVE IS BLIND, right? Bukankah cinta itu buta? Cinta bisa datang kemana dan kesiapapun juga, cinta tak memandang status sosial, tak juga memandang agama. Salahkah aku mencintainya? Heuuh, aku tak mengerti jalan pikiran orang tua jaman sekarang. Hello? Pak, bu taukah kalian sekarang jaman sudah berubah? Ayolah mengerti dengan perasaanku. Aku sayang dia, sangat sayang. Tapi mengapa kalian malah berusaha memisahkan kami? Hmm, ya sudahlah, yang penting aku sayang dia, dia juga sayang kepadaku. Dan kita sudah berjanji akan selalu bersama, kecuali memang Tuhan yang memisahkan kita.
***
Aku ingat kejadian 2 hari yang lalu, saat Cakka menghindariku tanpa sebab. Saat itu aku baru saja tiba disekolah, tak sengaja aku bertemu dengannya di gerbang sekolah. Karena aku yang duluan melihat aku juga harus menyapa terlebih dahulu.
“Cakka!” teriakku seraya berjalan mendekati Cakka. Aku sedikit terkejut. Ralat! Lebih tepatnya sangat terkejut. Hei! Pacarnya nyapa kok malah dikacangin? Cakka hanya melirikku sejenak, dan kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti karenaku.
Aku terdiam, berdiri mematung. Menatap punggung Cakka yang semakin lama, semakin menjauh. ‘Ada apa dengan dia?’ gumamku.
“Cakka! Tunggu!” teriakku lagi setelah sadar Cakka semakin menjauh dari pandanganku. Sepertinya Dewi Fortuna tidak sedang berpihak kepadaku. Cakka terus melanjutkan langkahnya. Tunggu, dia bukan berjalan ke arah kelas kita. Melainkan… Hei? Mengapa Cakka ke kelas IX 2 ? bukannya itu kelasnya Agni –mantan Cakka--. Ada perlu apa dia kesana? Setauku disana dia hanya mengenal Agni. Atau jangan-jangan… ‘Nggak shill, be positive thinking. Cakka nggak ada apa-apa dengan Agni. Yeah, Just friend’ aku mencoba membuang pikiran negatifku tentang Cakka.
Melihat Cakka benar-benar memasuki kelas Agni, aku lebih memilih memutar haluan dan menuju kelasku dengan Cakka. Kelas IX 1.
***
Aku heran dengan Cakka, dihari itu dia benar-benar menghindariku. Entah apa sebabnya. Dan sekarang, sekarang adalah hari ke tiga Cakka membuatku semakin terpuruk karena sikapnya yang terkesan dingin terhadapku. Sudah tiga hari dia tidak pernah menyapaku atau sekedar memberi kabar melalui sms. Aku rindu Cakka yang dulu. Cakka yang selalu memberi seluruh perhatiannya kepadaku. Cakka yang selalu meneleponku setiap malam sebelum tidur dan setiap pagi saat aku baru bangun. Ashilla Zahrantiara rindu Cakka Kawekas Nuraga yang dulu. Sejenak terlintas dipikiranku akan nama Agni. Apa mungkin Cakka berubah karena Agni? Apa Cakka kembali jatuh hati kepada Agni? Oh God, jangan sampai itu benar-benar terjadi. Karena aku menyayangi Cakka. Sangat menyayanginya.
‘drrt, drrtt, drrt, drrt’
Getaran dari ponselku membuyarkan pikiranku tentang Cakka. Aku beranjak dari kasurku dan menuju meja belajar untuk melihat siapakah orang yang mengganggu konsentrasiku.
Aku terlonjak senang melihat nama Cakka tertera dilayar ponselku. Orang yang aku tunggu selama tiga hari akhirnya menghubungiku. Aku segera membuka pesan singkat dari Cakka.
From: Cakka –my love—
Sayang, bisakah hari ini kita bertemu ditaman dekat rumahmu? Aku tunggu kamu sekarang. Aku ingin membicarakan suatu hal yang penting.
Taman? Penting? Kata-kata itu terus berputar diotakku. Kira-kira Cakka akan membicarakan apa? Sepenting itukah sampai-sampai harus sekarang? Tak buang banyak waktu aku segera membalas pesan singkat dari Cakka itu.
To: Cakka –my love—
Of course! I will coming soon, darling :) see you, there.
Setelah membalas pesan dari cakka, aku langsung meninggalkan rumah dan berlari menuju taman yang letaknya tak jauh dari rumahku.
***
“Shilla!” hmm, suara itu. Ya itu suara Cakka. Suara yang selama tiga hari ini aku tunggu-tunggu, akhirnya menyebut namaku. Cakka, uh you make me crazy!
“Eh, iya?” aku menoleh ke arah suara yang memanggil namaku. Dan yeah he’s cakka! Aaa, CAKKA! Tunggu! Aku harus bersikap biasa. Tarik nafas, tahan, keluarkan. Yeah, biasa.
“Kenapa Kka?” terlihat cakka berjalan mendekatiku.
“Duduk yuk disana” ajak Cakka sambil menggenggam erat jemari tanganku. Hangat.
Setelah kami menempati salah satu bangku taman tersebut, hanya keheningan yang tercipta. Entah mengapa Cakka menjadi pendiam, dan aku, mulutku serasa terkunci, sulit rasanya untuk mengeluarkan sepatah kata. 5 menit kemudian Cakka akhirnya membuka pembicaraan.
“Seandainya kita harus pisah gimana?” suara itu terdengar parau, apakah Cakka menangis? Oh tidak, aku tak pernah melihat dia menangis sebelumnya. Tapi, apa? Dia mengatakan kata pisah? Apakah aku salah menangkap perkataannya. Ya aku pasti salah.
“Pardon me, please!”
“Shilla, ortu kita nggak setuju dengan hubungan kita.”
“Kamu bohong kan Kka? Ortu kamu terlihat biasa-biasa saja saat tahu hubungan kita tapi kenapa sekarang jadi kayak gini sih Kka? Tadi kamu bilang orang tua kita kan? Bukannya ortu aku nggak tahu kalau kita pacaran?”
“Sayang, orang tua aku udah tahu kalau kita beda keyakinan. Dan orang tua kamu, hmm, mereka mengetahuinya melalui orang tuaku. Jadi…”
“Cakka, jangan bilang kamu tidak ingin mempertahankan hubungan kita”
Apa salaku
Kau buat begini
Kau tarik ulur hatiku
Hingga sakit yang kurasa
(D’Massiv-Apa salahku)
“Bukan begitu Shilla sayang, aku sayang kamu, sangat menyayangimu. Tapi jika orang tua kita tidak menyetujui hubungan kita bagaimana? Aku tak bisa berbuat apa-apa sayang.” Jelas Cakka, yang berhasil membuat butiran-butiran bening mengalir deras di setiap lekuk wajahku seakan berlomba-lomba untuk jatuh kebawah. Aku tak menyangka Cakka akan menyerah, sangat tak menyangka.
“Tapi Kka, kita masih bisa berusaha kan? Bukannya Tuhan akan memudahkan jalan bagi orang yang mau berusaha dan sabar?” Jawabku disela tangisanku. Aku merasakan tangan kokoh Cakka merangkulku dan membawaku ke dalam dekapannya.
“Shilla, please, jangan pernah nangis dihadapanku. Aku sayang sama kamu Shilla, tapi orang tua kita tidak menyetujui hubungan kita. Aku sudah berusaha keras untuk mempertahankan hubungan kita saat itu, tapi mereka masih kekeh dengan keputusan mereka.”
“Tapi saat itu kamu sendiri kan Kka? Sekarang ayo kita berjuang bersama-sama! Aku yakin kita pasti bi…”
“Shilla! STOP!” Cakka membentakku? Tapi kenapa? Apa dia memang tidak mau mempertahankan hubungan kami?
“Maaf, tapi jika kita terus melawan keputusan orang tuaku, lebih tepatnya orang tua kita. Aku akan dijodohkan dengan Agni. Aku nggak mau, Shil, nggak mau! Aku lebih memilih pelan-pelan melupakanmu dan berusaha mencari kekasih yang benar-benar aku cintai, seperti aku mencintaimu.” Aku merasakan butiran bening jatuh di ubun-ubun kepalaku. Hei Cakka benar-benar menangis? Aku mendongakkan kepalaku menghadap ke Cakka.
“Cakka, kamu menangis? Oke maafkan aku, aku tidak akan memaksa lagi. Jadi sekarang kita putus?! Itu kan yang kamu mau?” heeuh, aku berusaha tegar dengan tersenyum dibalik kepedihan dan kerapuhanku.
“Itu bukan mauku Shilla sayang, tapi mau orang tua kita” ah, dia masih saja memanggilku dengan sebutan sayang. Tapi sayang hubungan kami harus berakhir seperti ini.
“Jangan memanggil aku sayang lagi Cakka, hubungan kita telah berakhir” air mata itu lagi lagi mengalir. Air mata bisakah kamu berhenti sejenak saja?
“Maaf, telah membuatmu menangis. Aku akan selalu menyayangimu, selamanya”
“Aku juga akan selalu menyayangimu. Semoga kamu mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku nantinya” ucapku sedikit tak rela.
“Tidak akan pernah ada yang lebih baik melebihi kamu Shilla. Because you’re the best for me.” Disaat-saat seperti dia masih saja menyanjungku. Dasar Cakka!
“Haha, thank’s. Aku pamit yah.” Aku segera berlari, berlari entah kemana. Aku tak menyangka Cakka akan memilih keputusan seperti ini.
***
Setelah kejadian itu aku tidak pernah berkomunikasi dengan Cakka lagi. Dia juga terkesan menghindar dariku. Dan sekarang aku sudah mendapatkan pengganti Cakka, namanya Alvin. Jujur Alvin tidak sama seperti Cakka, Alvin sangat cuek. Dia sering membuatku makan hati. Aku rindu Cakka.
Tepat dua minggu yang lalu adalah hari dimana hari kelulusan anak kelas 9 diseluruh Indonesia dan hari dimana Alvin berpamitan denganku karena dia akan pindah ke Amrik untuk melanjutkan SMAnya disana.
‘drrt drrt drrt drrt’ (suara ponsel)
Getaran ponselku mengagetkanku. Aku meraih ponsel yang aku letakkan di sebelahku. Hmm, Alvin. Ya Alvin mengirimkan pesan singkat untukku.
From: Alvin JS
Ashillaku :* Apa kabar sayang? Maaf ya 2 hari ini aku nggak pernah ngasi kabar, habisnya sibuk banget. Hmm, ciee yang besok ulang tahun. Rayain bareng yuk? Besok aku balik ke Indonesia hanya untuk ngerayain ulang tahun kita berdua. Kamu mau kan?
Tumben Alvin sms panjang lebar gini. Balas aja deh,
To: Alvin JS
Tumben? Haha, beneran mau ke Indo cuma buat ngerayain ulang tahun kita berdua? Yaudahsih terserah kamu aja. Aku sih senang-senang aja :)
From: Alvin JS
Hehe, aku baru sadar kalau selama ini aku terlalu jutek sama kamu. Maaf ya :) iyalah bener. Besok jemput aku yaa di Bandara jam 12 siang :)see you there sayang :*
To: Alvin JS
Siip sayang :) see you :*
***
Hari ini adalah ulang tahunku dan ulang tahun Alvin. Ya kita berdua lahir pada hari yang sama tetapi berbeda waktu. Dan hari ini aku akan menjemput Alvin. Sambil menunggu waktu menunjukkan pukul 12 aku memutuskan untuk bermain ponsel. Aku membaca kembali pesan masuk dari Alvin kemarin, tiba-tiba saja ada panggilan masuk dari Cakka. Terkejut. Yah itulah reaksiku melihat nama yang tertera di layar ponselku. Ada sedikit keraguan untuk mengangkat telepon dari Cakka. Tapi akhirnya aku memilih untuk menjawab telepon dari Cakka.
“Iya halo… Ada apa Kka?... Kenapa sih kayaknya kamu takut banget ngasi tau ke aku?... Iya aku nggak bakal nangis, ada apa sih?... APA? Kamu nggak bohong kan Kka?... Nggak, nggak mungkin. Nggak mungkin. Please jangan bohongin aku!... Stop Kka! Alvin nggak mungkin meninggal! Pesawatnya nggak mungkin jatuh… Cakka! aku nggak mau kehilangan orang yang aku sayang untuk ke dua kalinya… Terserah kamu bilang apa, yang jelas nanti jam 12 aku mau jemput Alvin ke bandara. Aku mau buktiin ke kamu Alvin masih hidup… Oke aku tunggu kamu jam 11 dirumahku. Kita langsung berangkat. Jika kamu telat aku akan berangkat sendiri.” setelah menerima telepon dari Cakka air mataku tak henti-hentinya mengalir, Alvin masih hidup! Ya Alvin tak mungkin meninggal karena dia sudah berjanji akan merayakan ulang tahun kami bersama-sama. Cakka pasti membohongiku. Ya Cakka bohong. Bohong.
11.00. Cakka berjanji untuk mengantarku ke bandara untuk memastikan bagaimana keadaan Alvin sebenarnya. Dan sepertinya Cakka kali ini tepat waktu. Cakka memang tak pernah mengingkari janjinya. Yah aku ingat itu. Setelah Cakka tiba aku langsung memasuki mobil Cakka.
“Berangkat sekarang?” tanyanya setelah aku duduk manis disebelahnya, terdengar nada canggung dari ucapan Cakka. Bagaimana tidak, selama 6 bulan kami sama sekali tidak pernah berkomunikasi.
“Iyalah Kka. Cepetan aku udah kangen sama Alvin, aku nggak mau buat dia nunggu lama”
“Sebesar itukah rasa sayangmu terhadap Alvin? Sampai-sampai kamu nggak mau dia menunggu lama.”
“Mungkin” setelah mendengar jawaban singkat dariku Cakka langsung mengemudikan mobilnya menuju bandara. Setengah perjalanan hanya diisi oleh kebisuan dari kami. Tak ada yang ingin membuka pembicaraan. Aku yang sudah tak sanggup dengan keadaan seperti ini terpaksa membuka suara.
“Masih ingat saat 6 bulan yang lalu kamu memutuskan hubungan kita?”
“Jangan bahas itu lagi” sepertinya Cakka menghindar dari masa lalu.
“Kamu tahu? Seminggu aku gak nafsu makan sampai…”
“STOP Shill! Berhenti buat aku merasa bersalah. Ya aku tahu, aku tahu. Setelah itu kamu nggak makan selama seminggu, kalaupun makan paling hanya sesuap atau tiga suap saat akan minum obat. Kamu jatuh sakit kan shill? Sampai-sampai kamu dirawat inap selama hampir 1 bulan di rumah sakit. Kamu pikir aku nggak tahu? Aku bahkan setiap hari menjengukmu.” Jelas Cakka panjang lebar.
“Kamu bohong kan Kka? Aku nggak pernah lihat kamu kok”
“Karena aku selalu datang saat semua yang menunggumu termasuk kamu sudah terlelap. Aku tahu kok kamu kenal sama Alvin di rumah sakit kan? Saat kamu berjalan-jalan di taman Alvin nggak sengaja mendorongmu, sehingga kamu terjatuh. Dan dia mengantarmu kembali ke kamar, dan semenjak itu kamu mulai dekat dengannya. Benarkan?” Cakka mengetahui semuanya? Aku sungguh tak percaya.
“Cakka. kamu…”
“Kenapa? Kamu heran? Haha, itu semua aku lakukan karena aku sayang kamu. Sampai saat ini aku masih menyayangimu” ‘DEG’ Cakka masih menyayangiku? Aku hanya terdiam menanggapi pernyataan Cakka tadi.
Mungkin Cakka merasa bosan ia malah bernyanyi. Sepertinya itu lagu ungu, judulnya, hmm, cinta dalam hati kalau tidak salah.
Mungkin ini memang jalan takdirku,
Mengagumi tanpa dicintai.
Tak mengapa bagiku
Bersamamu pun bahagia dalam hidupku, dalam hidupku.
Telah lama ku pendam perasaan itu
Menunggu hatimu menyambut diriku
Tak mengapa bagiku
Mencintaimu adalah bahagia untukku, bahagia untukku.
Ku ingin kau tahu diriku disini menanti dirimu
Meski ku tunggu hingga ujung waktuku
Dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya
Dan ijinkan aku memeluk dirimu kali ini saja
Tuk ucapkan selamat tinggal untuk selamanya
Dan biarkan rasa ini bahagia untuk sekejap saja
(ungu-cinta dalam hati)
Selang beberapa menit setelah Cakka bernyanyi, akhirnya kami sampai di bandara tepat pukul 12. Aku tak sabar untuk bertemu Alvin. Aku menunggunya di tempat kita janjian kemarin. 15 menit berlalu belum ada tanda-tanda pesawat Alvin tiba. 30 menit.. aku mulai berpikir yang dikatakan Cakka benar. Tapi, ahh aku harus yakin Alvin masih hidup. 45 menit berlalu. Alvin masih saja belum muncul.
“Shill, aku kan sudah bilang kalau Al…” Cakka lagi-lagi membuat aku down. Semangatin kek.
“Cukup Kka! Alvin masih hidup!” Aku masih kekeh dengan pendapatku bahwa Alvin masih hidup. Tapi Cakka sepertinya marah karena aku terus menunggu Alvin yang –menurutnya—tidak akan pernah muncul dihadapan kami. Sampai kapanpun itu.
“Oke terserah kamu. Mungkin aku disini udah nggak berarti apa-apa bagimu. Tapi aku mau kamu tahu. Aku nggak mau buat kamu rapuh lagi. Buat kamu sakit karena berjuang sendiri untuk melupakan orang yang kamu sayang. Aku ngelakuin ini karena aku peduli sama kamu. Karena hmm, aku sayang sama kamu. Sekarang terserah! Terserah kamu mau ngapain. Kalau kamu nggak mau ikut aku, ini akan jadi hari terakhir kamu melihat aku. Aku akan hitung sampai tiga. Kalau kamu tetap diam, aku akan pergi. Aku mulai… Sa…tu..” ‘DEG’ nggak, aku nggak mau kehilangan Cakka untuk kedua kalinya. Karena jujur, jujur aku masih sangat menyayanginya.
“Du…a” Cakka masih saja menghitung dan itu membuat aku semakin bingung. Tetap diam atau ikut Cakka?
“Ti…ga… oke ini pilihanmu. Aku yang akan pergi Shill”
Aku yang akan pergi
Bila kau enggan memilih
Cintaku ini bukan seperti tempat persinggahanmu.
(Supernova-Aku yang akan pergi)
“Cakka! Tunggu!” Ucapku akhirnya
“Jujur aku juga masih menyayangimu. Tapi rasa itu tak seutuh yang dulu. 30% dari hatiku sudah direbut Alvin. Dan 70% lagi masih menjadi milikmu.” Ups! Aku terlalu jujur sepertinya. Cakka berbalik dan berjalan mendekatiku.
“Are you sure, Shill?”
“Yes, I’m. I really Love You, Cakka!” Ucapku lantang. Yeah akhirnya aku baru menyadari bahwa Cakka-lah pilihan hatiku. Aku mencintainya. Bukan Alvin. Alvin, terima kasih kamu sudah pernah masuk kedalam hatiku dan mengisi sedikit hatiku. Tapi ternyata disini masih ada Cakka. Jadi maaf, aku lebih memilih Cakka daripada kamu.
“I Love You too. Ashilla.” Balas Cakka seraya membawaku kedalam dekapannya.
“Jadi kita balikan nih?” Tanyaku ke Cakka.
“Woyya dong” jawabnya dengan mengedipkan sebelah matanya. haha, dasar Cakka.
“trus orang tua kita?” ya perasaan takut itu kembali menghantuiku. Takut jikalau nanti orang tua kami kembali berusaha memisahkan kami.
“Apa pun yang terjadi kita akan selalu bersama. Aku berjanji. Masalah orang tua, kita hadapi bersama dengan kekuatan cinta sejati yang kita miliki. Aku yakin cinta akan mengalahkan segalanya. Karena cinta kita tulus tanpa paksaan” Cakka berubah menjadi dewasa. Aku suka kata-katanya tadi. Karena cinta kita tulus. Yah dia benar cintaku kepadanya tulus, sangat tulus dan begitu juga sebaliknya. Jadi apa yang harus kami takutkan? Aku dan Cakka akan berjuang bersama-sama demi menjaga hubungan kita.
“Aku pegang janjimu, Cakka” Cakka hanya membalas dengan senyuman dan kembali merangkulku.
“kita pulang sekarang?”
“yaps.”
Kami berdua pun meninggalkan bandara dengan senyuman. Senyuman kebahagiaan.
***
Karena cinta itu buta. Cinta bisa datang kemana dan kesiapapun juga, cinta tak memandang status sosial, tak juga memandang agama. Ya cinta itu sendiri tidak memandang apapun karena kita gak akan pernah bisa milih kepada siapa kita akan jatuh cinta, tetapi jika kita memang tahu pada akhirnya tidak bisa bersatu karena perbedaan sebaiknya cinta itu kita tahan jangan dibiarkan berkembang. Sakit memang tapi jika kita biarkan terus berkembang hanya untuk kebahagiaan sementara maka setelah cinta itu tumbuh dengan sangat subur itu akan lebih menyakitkan ketika perpisahan yang kita dapatkan. Tetapi sebenarnya itu kembali pada diri kita sendiri apakah akan berusaha melebur perbedaan tersebut atau memilih pergi karena memang benteng perbedaan tersebut begitu sulit untuk digapai.
--END--
*Karya: Dewa Ayu Dian Regina Permata
*Selesai pada tanggal 18 Agustus 2011, pukul 00.37 WITA.
----
Sebenarnya cerita ini udah aku publish lama di FB, tapi baru kepikiran untuk post di blog. P.s.:ini ada sekuelnya lho:)
Aku untuk kamu, kamu untuk aku
Namun semua apa mungkin iman kita yang berbeda
Tuhan memang satu kita yang tak sama
Haruskah aku lantas pergi meski cinta tak kan bisa pergi
***
Alunan lagu yang dilantunkan oleh Marcell itu memenuhi ruangan pribadiku yang tidak begitu luas. Lagu itu tepat menggambarkan kisah cintaku dengan kekasihku –Cakka--. Seperti yang dikatakan lagu itu “Iman kita yang berbeda”. Ya, aku dengan Cakka memang berbeda keyakinan. Bagiku perbedaan tersebut tidak masalah. Toh, kita saling suka, saling sayang, dan bahkan mungkin saling cinta. Tapi mengapa? Mengapa orang tua kami tidak bisa mengerti itu? Hei! LOVE IS BLIND, right? Bukankah cinta itu buta? Cinta bisa datang kemana dan kesiapapun juga, cinta tak memandang status sosial, tak juga memandang agama. Salahkah aku mencintainya? Heuuh, aku tak mengerti jalan pikiran orang tua jaman sekarang. Hello? Pak, bu taukah kalian sekarang jaman sudah berubah? Ayolah mengerti dengan perasaanku. Aku sayang dia, sangat sayang. Tapi mengapa kalian malah berusaha memisahkan kami? Hmm, ya sudahlah, yang penting aku sayang dia, dia juga sayang kepadaku. Dan kita sudah berjanji akan selalu bersama, kecuali memang Tuhan yang memisahkan kita.
***
Aku ingat kejadian 2 hari yang lalu, saat Cakka menghindariku tanpa sebab. Saat itu aku baru saja tiba disekolah, tak sengaja aku bertemu dengannya di gerbang sekolah. Karena aku yang duluan melihat aku juga harus menyapa terlebih dahulu.
“Cakka!” teriakku seraya berjalan mendekati Cakka. Aku sedikit terkejut. Ralat! Lebih tepatnya sangat terkejut. Hei! Pacarnya nyapa kok malah dikacangin? Cakka hanya melirikku sejenak, dan kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti karenaku.
Aku terdiam, berdiri mematung. Menatap punggung Cakka yang semakin lama, semakin menjauh. ‘Ada apa dengan dia?’ gumamku.
“Cakka! Tunggu!” teriakku lagi setelah sadar Cakka semakin menjauh dari pandanganku. Sepertinya Dewi Fortuna tidak sedang berpihak kepadaku. Cakka terus melanjutkan langkahnya. Tunggu, dia bukan berjalan ke arah kelas kita. Melainkan… Hei? Mengapa Cakka ke kelas IX 2 ? bukannya itu kelasnya Agni –mantan Cakka--. Ada perlu apa dia kesana? Setauku disana dia hanya mengenal Agni. Atau jangan-jangan… ‘Nggak shill, be positive thinking. Cakka nggak ada apa-apa dengan Agni. Yeah, Just friend’ aku mencoba membuang pikiran negatifku tentang Cakka.
Melihat Cakka benar-benar memasuki kelas Agni, aku lebih memilih memutar haluan dan menuju kelasku dengan Cakka. Kelas IX 1.
***
Aku heran dengan Cakka, dihari itu dia benar-benar menghindariku. Entah apa sebabnya. Dan sekarang, sekarang adalah hari ke tiga Cakka membuatku semakin terpuruk karena sikapnya yang terkesan dingin terhadapku. Sudah tiga hari dia tidak pernah menyapaku atau sekedar memberi kabar melalui sms. Aku rindu Cakka yang dulu. Cakka yang selalu memberi seluruh perhatiannya kepadaku. Cakka yang selalu meneleponku setiap malam sebelum tidur dan setiap pagi saat aku baru bangun. Ashilla Zahrantiara rindu Cakka Kawekas Nuraga yang dulu. Sejenak terlintas dipikiranku akan nama Agni. Apa mungkin Cakka berubah karena Agni? Apa Cakka kembali jatuh hati kepada Agni? Oh God, jangan sampai itu benar-benar terjadi. Karena aku menyayangi Cakka. Sangat menyayanginya.
‘drrt, drrtt, drrt, drrt’
Getaran dari ponselku membuyarkan pikiranku tentang Cakka. Aku beranjak dari kasurku dan menuju meja belajar untuk melihat siapakah orang yang mengganggu konsentrasiku.
Aku terlonjak senang melihat nama Cakka tertera dilayar ponselku. Orang yang aku tunggu selama tiga hari akhirnya menghubungiku. Aku segera membuka pesan singkat dari Cakka.
From: Cakka –my love—
Sayang, bisakah hari ini kita bertemu ditaman dekat rumahmu? Aku tunggu kamu sekarang. Aku ingin membicarakan suatu hal yang penting.
Taman? Penting? Kata-kata itu terus berputar diotakku. Kira-kira Cakka akan membicarakan apa? Sepenting itukah sampai-sampai harus sekarang? Tak buang banyak waktu aku segera membalas pesan singkat dari Cakka itu.
To: Cakka –my love—
Of course! I will coming soon, darling :) see you, there.
Setelah membalas pesan dari cakka, aku langsung meninggalkan rumah dan berlari menuju taman yang letaknya tak jauh dari rumahku.
***
“Shilla!” hmm, suara itu. Ya itu suara Cakka. Suara yang selama tiga hari ini aku tunggu-tunggu, akhirnya menyebut namaku. Cakka, uh you make me crazy!
“Eh, iya?” aku menoleh ke arah suara yang memanggil namaku. Dan yeah he’s cakka! Aaa, CAKKA! Tunggu! Aku harus bersikap biasa. Tarik nafas, tahan, keluarkan. Yeah, biasa.
“Kenapa Kka?” terlihat cakka berjalan mendekatiku.
“Duduk yuk disana” ajak Cakka sambil menggenggam erat jemari tanganku. Hangat.
Setelah kami menempati salah satu bangku taman tersebut, hanya keheningan yang tercipta. Entah mengapa Cakka menjadi pendiam, dan aku, mulutku serasa terkunci, sulit rasanya untuk mengeluarkan sepatah kata. 5 menit kemudian Cakka akhirnya membuka pembicaraan.
“Seandainya kita harus pisah gimana?” suara itu terdengar parau, apakah Cakka menangis? Oh tidak, aku tak pernah melihat dia menangis sebelumnya. Tapi, apa? Dia mengatakan kata pisah? Apakah aku salah menangkap perkataannya. Ya aku pasti salah.
“Pardon me, please!”
“Shilla, ortu kita nggak setuju dengan hubungan kita.”
“Kamu bohong kan Kka? Ortu kamu terlihat biasa-biasa saja saat tahu hubungan kita tapi kenapa sekarang jadi kayak gini sih Kka? Tadi kamu bilang orang tua kita kan? Bukannya ortu aku nggak tahu kalau kita pacaran?”
“Sayang, orang tua aku udah tahu kalau kita beda keyakinan. Dan orang tua kamu, hmm, mereka mengetahuinya melalui orang tuaku. Jadi…”
“Cakka, jangan bilang kamu tidak ingin mempertahankan hubungan kita”
Apa salaku
Kau buat begini
Kau tarik ulur hatiku
Hingga sakit yang kurasa
(D’Massiv-Apa salahku)
“Bukan begitu Shilla sayang, aku sayang kamu, sangat menyayangimu. Tapi jika orang tua kita tidak menyetujui hubungan kita bagaimana? Aku tak bisa berbuat apa-apa sayang.” Jelas Cakka, yang berhasil membuat butiran-butiran bening mengalir deras di setiap lekuk wajahku seakan berlomba-lomba untuk jatuh kebawah. Aku tak menyangka Cakka akan menyerah, sangat tak menyangka.
“Tapi Kka, kita masih bisa berusaha kan? Bukannya Tuhan akan memudahkan jalan bagi orang yang mau berusaha dan sabar?” Jawabku disela tangisanku. Aku merasakan tangan kokoh Cakka merangkulku dan membawaku ke dalam dekapannya.
“Shilla, please, jangan pernah nangis dihadapanku. Aku sayang sama kamu Shilla, tapi orang tua kita tidak menyetujui hubungan kita. Aku sudah berusaha keras untuk mempertahankan hubungan kita saat itu, tapi mereka masih kekeh dengan keputusan mereka.”
“Tapi saat itu kamu sendiri kan Kka? Sekarang ayo kita berjuang bersama-sama! Aku yakin kita pasti bi…”
“Shilla! STOP!” Cakka membentakku? Tapi kenapa? Apa dia memang tidak mau mempertahankan hubungan kami?
“Maaf, tapi jika kita terus melawan keputusan orang tuaku, lebih tepatnya orang tua kita. Aku akan dijodohkan dengan Agni. Aku nggak mau, Shil, nggak mau! Aku lebih memilih pelan-pelan melupakanmu dan berusaha mencari kekasih yang benar-benar aku cintai, seperti aku mencintaimu.” Aku merasakan butiran bening jatuh di ubun-ubun kepalaku. Hei Cakka benar-benar menangis? Aku mendongakkan kepalaku menghadap ke Cakka.
“Cakka, kamu menangis? Oke maafkan aku, aku tidak akan memaksa lagi. Jadi sekarang kita putus?! Itu kan yang kamu mau?” heeuh, aku berusaha tegar dengan tersenyum dibalik kepedihan dan kerapuhanku.
“Itu bukan mauku Shilla sayang, tapi mau orang tua kita” ah, dia masih saja memanggilku dengan sebutan sayang. Tapi sayang hubungan kami harus berakhir seperti ini.
“Jangan memanggil aku sayang lagi Cakka, hubungan kita telah berakhir” air mata itu lagi lagi mengalir. Air mata bisakah kamu berhenti sejenak saja?
“Maaf, telah membuatmu menangis. Aku akan selalu menyayangimu, selamanya”
“Aku juga akan selalu menyayangimu. Semoga kamu mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku nantinya” ucapku sedikit tak rela.
“Tidak akan pernah ada yang lebih baik melebihi kamu Shilla. Because you’re the best for me.” Disaat-saat seperti dia masih saja menyanjungku. Dasar Cakka!
“Haha, thank’s. Aku pamit yah.” Aku segera berlari, berlari entah kemana. Aku tak menyangka Cakka akan memilih keputusan seperti ini.
***
Setelah kejadian itu aku tidak pernah berkomunikasi dengan Cakka lagi. Dia juga terkesan menghindar dariku. Dan sekarang aku sudah mendapatkan pengganti Cakka, namanya Alvin. Jujur Alvin tidak sama seperti Cakka, Alvin sangat cuek. Dia sering membuatku makan hati. Aku rindu Cakka.
Tepat dua minggu yang lalu adalah hari dimana hari kelulusan anak kelas 9 diseluruh Indonesia dan hari dimana Alvin berpamitan denganku karena dia akan pindah ke Amrik untuk melanjutkan SMAnya disana.
‘drrt drrt drrt drrt’ (suara ponsel)
Getaran ponselku mengagetkanku. Aku meraih ponsel yang aku letakkan di sebelahku. Hmm, Alvin. Ya Alvin mengirimkan pesan singkat untukku.
From: Alvin JS
Ashillaku :* Apa kabar sayang? Maaf ya 2 hari ini aku nggak pernah ngasi kabar, habisnya sibuk banget. Hmm, ciee yang besok ulang tahun. Rayain bareng yuk? Besok aku balik ke Indonesia hanya untuk ngerayain ulang tahun kita berdua. Kamu mau kan?
Tumben Alvin sms panjang lebar gini. Balas aja deh,
To: Alvin JS
Tumben? Haha, beneran mau ke Indo cuma buat ngerayain ulang tahun kita berdua? Yaudahsih terserah kamu aja. Aku sih senang-senang aja :)
From: Alvin JS
Hehe, aku baru sadar kalau selama ini aku terlalu jutek sama kamu. Maaf ya :) iyalah bener. Besok jemput aku yaa di Bandara jam 12 siang :)see you there sayang :*
To: Alvin JS
Siip sayang :) see you :*
***
Hari ini adalah ulang tahunku dan ulang tahun Alvin. Ya kita berdua lahir pada hari yang sama tetapi berbeda waktu. Dan hari ini aku akan menjemput Alvin. Sambil menunggu waktu menunjukkan pukul 12 aku memutuskan untuk bermain ponsel. Aku membaca kembali pesan masuk dari Alvin kemarin, tiba-tiba saja ada panggilan masuk dari Cakka. Terkejut. Yah itulah reaksiku melihat nama yang tertera di layar ponselku. Ada sedikit keraguan untuk mengangkat telepon dari Cakka. Tapi akhirnya aku memilih untuk menjawab telepon dari Cakka.
“Iya halo… Ada apa Kka?... Kenapa sih kayaknya kamu takut banget ngasi tau ke aku?... Iya aku nggak bakal nangis, ada apa sih?... APA? Kamu nggak bohong kan Kka?... Nggak, nggak mungkin. Nggak mungkin. Please jangan bohongin aku!... Stop Kka! Alvin nggak mungkin meninggal! Pesawatnya nggak mungkin jatuh… Cakka! aku nggak mau kehilangan orang yang aku sayang untuk ke dua kalinya… Terserah kamu bilang apa, yang jelas nanti jam 12 aku mau jemput Alvin ke bandara. Aku mau buktiin ke kamu Alvin masih hidup… Oke aku tunggu kamu jam 11 dirumahku. Kita langsung berangkat. Jika kamu telat aku akan berangkat sendiri.” setelah menerima telepon dari Cakka air mataku tak henti-hentinya mengalir, Alvin masih hidup! Ya Alvin tak mungkin meninggal karena dia sudah berjanji akan merayakan ulang tahun kami bersama-sama. Cakka pasti membohongiku. Ya Cakka bohong. Bohong.
11.00. Cakka berjanji untuk mengantarku ke bandara untuk memastikan bagaimana keadaan Alvin sebenarnya. Dan sepertinya Cakka kali ini tepat waktu. Cakka memang tak pernah mengingkari janjinya. Yah aku ingat itu. Setelah Cakka tiba aku langsung memasuki mobil Cakka.
“Berangkat sekarang?” tanyanya setelah aku duduk manis disebelahnya, terdengar nada canggung dari ucapan Cakka. Bagaimana tidak, selama 6 bulan kami sama sekali tidak pernah berkomunikasi.
“Iyalah Kka. Cepetan aku udah kangen sama Alvin, aku nggak mau buat dia nunggu lama”
“Sebesar itukah rasa sayangmu terhadap Alvin? Sampai-sampai kamu nggak mau dia menunggu lama.”
“Mungkin” setelah mendengar jawaban singkat dariku Cakka langsung mengemudikan mobilnya menuju bandara. Setengah perjalanan hanya diisi oleh kebisuan dari kami. Tak ada yang ingin membuka pembicaraan. Aku yang sudah tak sanggup dengan keadaan seperti ini terpaksa membuka suara.
“Masih ingat saat 6 bulan yang lalu kamu memutuskan hubungan kita?”
“Jangan bahas itu lagi” sepertinya Cakka menghindar dari masa lalu.
“Kamu tahu? Seminggu aku gak nafsu makan sampai…”
“STOP Shill! Berhenti buat aku merasa bersalah. Ya aku tahu, aku tahu. Setelah itu kamu nggak makan selama seminggu, kalaupun makan paling hanya sesuap atau tiga suap saat akan minum obat. Kamu jatuh sakit kan shill? Sampai-sampai kamu dirawat inap selama hampir 1 bulan di rumah sakit. Kamu pikir aku nggak tahu? Aku bahkan setiap hari menjengukmu.” Jelas Cakka panjang lebar.
“Kamu bohong kan Kka? Aku nggak pernah lihat kamu kok”
“Karena aku selalu datang saat semua yang menunggumu termasuk kamu sudah terlelap. Aku tahu kok kamu kenal sama Alvin di rumah sakit kan? Saat kamu berjalan-jalan di taman Alvin nggak sengaja mendorongmu, sehingga kamu terjatuh. Dan dia mengantarmu kembali ke kamar, dan semenjak itu kamu mulai dekat dengannya. Benarkan?” Cakka mengetahui semuanya? Aku sungguh tak percaya.
“Cakka. kamu…”
“Kenapa? Kamu heran? Haha, itu semua aku lakukan karena aku sayang kamu. Sampai saat ini aku masih menyayangimu” ‘DEG’ Cakka masih menyayangiku? Aku hanya terdiam menanggapi pernyataan Cakka tadi.
Mungkin Cakka merasa bosan ia malah bernyanyi. Sepertinya itu lagu ungu, judulnya, hmm, cinta dalam hati kalau tidak salah.
Mungkin ini memang jalan takdirku,
Mengagumi tanpa dicintai.
Tak mengapa bagiku
Bersamamu pun bahagia dalam hidupku, dalam hidupku.
Telah lama ku pendam perasaan itu
Menunggu hatimu menyambut diriku
Tak mengapa bagiku
Mencintaimu adalah bahagia untukku, bahagia untukku.
Ku ingin kau tahu diriku disini menanti dirimu
Meski ku tunggu hingga ujung waktuku
Dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya
Dan ijinkan aku memeluk dirimu kali ini saja
Tuk ucapkan selamat tinggal untuk selamanya
Dan biarkan rasa ini bahagia untuk sekejap saja
(ungu-cinta dalam hati)
Selang beberapa menit setelah Cakka bernyanyi, akhirnya kami sampai di bandara tepat pukul 12. Aku tak sabar untuk bertemu Alvin. Aku menunggunya di tempat kita janjian kemarin. 15 menit berlalu belum ada tanda-tanda pesawat Alvin tiba. 30 menit.. aku mulai berpikir yang dikatakan Cakka benar. Tapi, ahh aku harus yakin Alvin masih hidup. 45 menit berlalu. Alvin masih saja belum muncul.
“Shill, aku kan sudah bilang kalau Al…” Cakka lagi-lagi membuat aku down. Semangatin kek.
“Cukup Kka! Alvin masih hidup!” Aku masih kekeh dengan pendapatku bahwa Alvin masih hidup. Tapi Cakka sepertinya marah karena aku terus menunggu Alvin yang –menurutnya—tidak akan pernah muncul dihadapan kami. Sampai kapanpun itu.
“Oke terserah kamu. Mungkin aku disini udah nggak berarti apa-apa bagimu. Tapi aku mau kamu tahu. Aku nggak mau buat kamu rapuh lagi. Buat kamu sakit karena berjuang sendiri untuk melupakan orang yang kamu sayang. Aku ngelakuin ini karena aku peduli sama kamu. Karena hmm, aku sayang sama kamu. Sekarang terserah! Terserah kamu mau ngapain. Kalau kamu nggak mau ikut aku, ini akan jadi hari terakhir kamu melihat aku. Aku akan hitung sampai tiga. Kalau kamu tetap diam, aku akan pergi. Aku mulai… Sa…tu..” ‘DEG’ nggak, aku nggak mau kehilangan Cakka untuk kedua kalinya. Karena jujur, jujur aku masih sangat menyayanginya.
“Du…a” Cakka masih saja menghitung dan itu membuat aku semakin bingung. Tetap diam atau ikut Cakka?
“Ti…ga… oke ini pilihanmu. Aku yang akan pergi Shill”
Aku yang akan pergi
Bila kau enggan memilih
Cintaku ini bukan seperti tempat persinggahanmu.
(Supernova-Aku yang akan pergi)
“Cakka! Tunggu!” Ucapku akhirnya
“Jujur aku juga masih menyayangimu. Tapi rasa itu tak seutuh yang dulu. 30% dari hatiku sudah direbut Alvin. Dan 70% lagi masih menjadi milikmu.” Ups! Aku terlalu jujur sepertinya. Cakka berbalik dan berjalan mendekatiku.
“Are you sure, Shill?”
“Yes, I’m. I really Love You, Cakka!” Ucapku lantang. Yeah akhirnya aku baru menyadari bahwa Cakka-lah pilihan hatiku. Aku mencintainya. Bukan Alvin. Alvin, terima kasih kamu sudah pernah masuk kedalam hatiku dan mengisi sedikit hatiku. Tapi ternyata disini masih ada Cakka. Jadi maaf, aku lebih memilih Cakka daripada kamu.
“I Love You too. Ashilla.” Balas Cakka seraya membawaku kedalam dekapannya.
“Jadi kita balikan nih?” Tanyaku ke Cakka.
“Woyya dong” jawabnya dengan mengedipkan sebelah matanya. haha, dasar Cakka.
“trus orang tua kita?” ya perasaan takut itu kembali menghantuiku. Takut jikalau nanti orang tua kami kembali berusaha memisahkan kami.
“Apa pun yang terjadi kita akan selalu bersama. Aku berjanji. Masalah orang tua, kita hadapi bersama dengan kekuatan cinta sejati yang kita miliki. Aku yakin cinta akan mengalahkan segalanya. Karena cinta kita tulus tanpa paksaan” Cakka berubah menjadi dewasa. Aku suka kata-katanya tadi. Karena cinta kita tulus. Yah dia benar cintaku kepadanya tulus, sangat tulus dan begitu juga sebaliknya. Jadi apa yang harus kami takutkan? Aku dan Cakka akan berjuang bersama-sama demi menjaga hubungan kita.
“Aku pegang janjimu, Cakka” Cakka hanya membalas dengan senyuman dan kembali merangkulku.
“kita pulang sekarang?”
“yaps.”
Kami berdua pun meninggalkan bandara dengan senyuman. Senyuman kebahagiaan.
***
Karena cinta itu buta. Cinta bisa datang kemana dan kesiapapun juga, cinta tak memandang status sosial, tak juga memandang agama. Ya cinta itu sendiri tidak memandang apapun karena kita gak akan pernah bisa milih kepada siapa kita akan jatuh cinta, tetapi jika kita memang tahu pada akhirnya tidak bisa bersatu karena perbedaan sebaiknya cinta itu kita tahan jangan dibiarkan berkembang. Sakit memang tapi jika kita biarkan terus berkembang hanya untuk kebahagiaan sementara maka setelah cinta itu tumbuh dengan sangat subur itu akan lebih menyakitkan ketika perpisahan yang kita dapatkan. Tetapi sebenarnya itu kembali pada diri kita sendiri apakah akan berusaha melebur perbedaan tersebut atau memilih pergi karena memang benteng perbedaan tersebut begitu sulit untuk digapai.
--END--
*Karya: Dewa Ayu Dian Regina Permata
*Selesai pada tanggal 18 Agustus 2011, pukul 00.37 WITA.
----
Sebenarnya cerita ini udah aku publish lama di FB, tapi baru kepikiran untuk post di blog. P.s.:ini ada sekuelnya lho:)
Langganan:
Komentar (Atom)